I.
PENDAHULUAN
Sejarah merupakan suatu rujukan yang sangat penting untuk
mewujudkan masa depan yang lebih baik. Berkaitan dengan itu kita bisa
mengetahui kejadian-kejadian yang terjadi pada masa lalu, terutama bagi umat
Islam. Perkembangan Islam pada masa Nabi Muhammad SAW melalui berbagai macam
cobaan dan tantangan yang dihadap untuk menyebarkannya. Islam berkembang
dengan pesat hampir semua lapisan masyarakat dipegang dan dikendalikan oleh
Islam. Hal itu tentunya tidak terlepas dari para pejuang yang sangat gigih
dalam mempertahankan dan juga dalam menyebarkan Islam sebagai agama Tauhid yang
diridhoi. Perkembangan Islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan
peradaban kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat
bahwa Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW merupakan Islam yang luar biasa
pengaruhnya.
II.
PEMBAHASAN
A.
Kondisi Masyarakat Arab Sebelum Kehadiran Nabi Muhammad SAW
Menurut bahasa, Arab artinya padang
pasir, tanah gundul yang gersang yang tiada air dan tanaman. Jazirah Arab
terletak di antara benua Asia dan Afrika. Sebalah barat daerah Arab dibatasi
oleh teluk Persia dan laut Oman atau sungai-suangai Daljah (Tigris) dan Furrat
(Euphraat). Sebelah selatan dibatasi oleh lautan Hindia dan sebelah utara oleh
Sahara Tiih[1]
yaitu lautan pasir yang ada di antara negeri Syam dan sungai Furrat. Itulah
sebabnya daerah Arab ini terkenal sebagai pulau dan dinamakan Jaziratul-Arabiyyah[2].
Bangsa Arab terdiri dari berbagai suku
bangsa yang tersebar di seluruh Jazirah Arabia. Mereka kebanyakan mendiami
wilayah pinggir Jazirah, dan sedikit yang tinggal di pedalaman. Pada masa
dahulu tanah Arab itu dapat dibagi menjadi tiga bagian:
1.
Arab
Petrix atau Petraea, yakni wilayah yang terletak di sebelah barat daya gurun
Syria, dengan Petra sebagai pusatnya.
2.
Arab
Diserta atau gurun Syria yang kemudian dipakai untuk menyebut seluruh Jazirah
Arab karena tanahnya yang subur.
3.
Arab
Felix, wilayah hijau (Green Land), yakni wilayah yang berbahagia (Happy
Land), yakni wilayah Yaman yang memiliki kebudayaan maju dengan kerajaan
Saba’ dan Ma’in.
Bangsa Arab itu dibagi
menjadi dua, yaitu Qahtan dan Adnan. Qahtan semula berdiam di Yaman, namun
setelah hancurnya bendungan Ma’rib
sekitar tahun 120 SM, mereka bermigrasi ke utara dan mendirikan kerajaan Hirah
dan Gassan. Sedangkan Adnan adalah keturunan Ismail ibn Ibarahim, yang banyak
mendiami Arab dan Hijaz. Bangsa Arab telah dapat mendirikan kerajaan, diantaranya
adalah Saba’, Ma’in dan Qutban serta Himyar, semuanya di Yaman. Di utara
Jazirah berdiri kerajaan Hirah (Manadirah) dan Gassan (Gassasinah). Hijaz
menunjukkan wilayah yang tetap merdeka sejak dahulu karena miskin daerahnya,
namun terdapat tempat suci, yakni Makkah yang didalamnya berdiri Ka’bah dan
terdapat sumur Zamzam. Di kawasan itu juga terdapat Yasrib yang merupakan
daerah subur sejak dahulu[3].
Makkah[4]
adalah sebuah kota yang sangat penting dan terkenal di antara kota-kota di
negeri Arab, baik karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui
jalur perdagangan yang ramai, menghubungkan
Yaman di sebelah selatan dan Syria di sebelah utara. Dengan adanya
Ka’bah di tengah kota, Makkah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah adalah
tempat mereka berziarah. Di dalamnya terdapat 360 berhala, mengelilingi berhala
utama Hubbal[5].
Bangsa Arab sebelum Islam
biasanya disebut Arab Jahiliyah, bangsa yang belum berperadapan, bodoh, tidak
mengenal aksara. Sebutan itu tidak perlu menyebabkan kita berkesimpulan bahwa
tidak seorang pun dari penduduk Jazirah Arab yang mampu membaca dan menulis,
karena beberapa orang sahabat Nabi Muhammad SAW diketahui sudah mampu membaca
dan menulis sebelum mereka masuk Islam. Baca tulis waktu itu belum menjadi
tradisi, tidak dinilai sebagai sesuatu yang penting, tidak pula menjadi ukuran
kepandaian dan kecendikiaan[6].
Kaum Quraisy sendiri sebagai bangsawan di kalangan bangsa Arab hanya memiliki
17 orang yang pandai baca tulis. Suku Aus dan Khazroj penduduk Yatsrib
(Madinah) hanya memiliki 11 orang yang pandai membaca. Hal ini menyebabkan
bangsa Arab sedikit sekali mengenal ilmu pengetahuan dan kepandaiaan lainnya,
hidup mereka mengikuti hawa nafsu, judi, berpecah belah, saling berperang, satu
dengan yang lain, yang kuat menguasai yang lemah, wanita tidak ada harganya.
Keistimewaan mereka hanyalah ketinggian dalam bidang syair-syair jahili yang
disebarkan secara hafalan saja[7].
B.
Riwayat Hidup Nabi Muhammad SAW
1.
Kebangkitan Nabi Muhammad SAW
Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada tanggal 20 April 571 M. Ketetapan
ini sebagaimana dikemukakan oleh berbagai sumber berita Arab, yakni pada tahun
yang dikenal dengan sebutan tahun Gajah[8].
Beliau lahir dari keluarga miskin secara materi namun berdarah ningrat dan
terhormat. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi
Manaf bin Qushay bin Kilab. Dikisahkan, bahwa anak-anak Hasyim ini adalah
keluarga yang berkedudukan sebagai penyedia dan pemberi air minum bagi para
jamaah haji yang dikenal dengan sebutan Siqayah Al Hajj.[9]
Sedangkan ibunda Nabi Muhammad Saw adalah Aminah binti Wahab, adalah keturunan
Bani Zuhrah. Kemudian, nasab atau silsilah ayah dan ibunda Nabi bertemu pada
Kilab ibn Murrah[10].
Pada waktu lahir Nabi Muhammad SAW dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah
meninggal dunia tiga bulan setelah dia menikahi Aminah. Nabi Muhammad kemudian
diserahkan kepada ibu pengasuh, Halimah Sa’diyyah. Dalam asuhannyalah Nabi
Muhammad SAW dibesarkan sampai usia empat tahun. Setelah kurang lebih dua tahun
berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika usia enam tahun Nabi Muhammad SAW
menjadi yatim piatu.
Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tangguang
jawab merawat Nabi Muhammad SAW. Namun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib
meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab selanjudnya beralih kepada
pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul Muthalib, dia juga sangat disegani dan
dihormati orang Quraisy dan penduduk Makkah secara keseluruhan, tetapi dia
miskin.
Dalam usia muda Nabi Muhammad SAW hidup sebagai penggembala kambing
keluarganya dan kambing penduduk Makkah. Melalui kegiatan penggembalaan ini dia
menemukan tempat untuk berfikir dan merenung. Pemikiran dan perenungan ini
membuatnya jauh dari segala pemikiran nafsu duniawi, sehingga dia terhindar
dari berbagai macam noda yang dapat merusak namanya, karena itu sejak muda dia
sudah dijuluki al-amin, orang yang terpercaya[11]. Nabi
Muhammad SAW juga seorang laki-laki yang berbakat dalam bidang keagamaan. Dalam
usianya sebelum masa turun wahyu ia suka mengasingkan diri pada sebuah
pegunungan di luar kota Makkah untuk berdoa dalam keheningan[12].
Pada usia 25 tahun, Nabi Muhammad SAW ikut berdagang ke Syam, menjual barang milik Khadijah, seorang wanita
terpandang dan kaya raya. Dia biasa menyuruh orang untuk menjualkan barang
dagangannya dengan membagi sebagian hasilnya kepada mereka. Ketika Khadijah
mendengar kabar tentang kejujuran perkataan beliau, kredibilitas dan kemuliaan
ahlak serta keuntungan dagangannya melimpah, Khadijah tertarik untuk
menikahinya. Yang ikut hadir dalam acara pernikahan itu adalah Bani Hasyim dan
para pemuka Bani Mudhar[13].
Pada awal turunnya wahyu pertama Nabi Muhammad SAW mulai berdakwah mengajarkan Islam secara sembunyi-sembunyi,
mengingat sosial politik pada waktu itu belum stabil, dimulai dari dirinya
sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula Nabi mengajarkan kepada istrinya
khadijah unutk beriman kepada Allah, kemudian di ikuti oleh anak angkatnya Ali
ibn Abi Thalib (anak pamannya) dan Zaid ibn Haritsah (seorang pembantu rumah
tangganya yang kemudian diangkat menjadi anak angkatnya). Kemuadian sahabat
karibnya Abu Bakar Siddiq. Secara berangsur-angsur ajakan itu diajarkan secara
meluas, tetapi masih terbatas di kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy
saja, seperti Usman ibn Affan, Zubair ibn Awam, Sa’ad ibn Abi Waqas,
Abdurrahman ibn Auf, Thalhah ibn Ubaidillah, Abu Ubaidillah ibn Jahrah, Arqam
ibn Arqam, Fatimah binti Khattab, Said ibn Zaid dan bebrapa orang lainnya,
mereka semua disebut Assabiquna al Awwalun, artinya orang-orang yang
pertama masuk Islam[14].
Langkah dakwah seterusnya yang diambil Nabi Muhammad SAW adalah
menyeru masyarakat umum. Nabi mulai menyeru segenap lapisan masyarakat kepada
Islam dengan terang-terangan, baik golongan bangsawan maupun hamba sahaya.
Mula-mula Nabi menyeru penduduk Makkah, kemudian penduduk negeri-negeri lain.
Di samping itu, Nabi juga menyeru orang-orang yang datang ke Makkah, dari
berbagai negeri untuk mengerjakan haji. Kegiatan dakwah dijalankannya tanpa
mengenal lelah. Dengan usahanya yang gigih, hasil yang diharapkan mulai
terlihat. Jumlah pengikut Nabi Muhammad
SAW yang tadinya hanya belasan orang, makin hari makin bertambah. Mereka
terutama terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-orang yang tak
punya. Mekipun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat
mereka sungguah membaja[15].
Ketik gerakan Nabi Muhammad SAW makin meluas, jumlah pengikutnya
bertambah banyak dan seruannya semakin tegas dan lantang, bahkan secara
terang-terangan mengecam agama berhala dan mencela kebodohan nenek moyang
mereka yang memuja-muja berhala itu. Orang-orang Quraisy terkejut dan marah.
Mereka bangkit menentang dakwah Nabi Muhammad SAW dan dengan berbagai macam
cara berusaha menghalang-halanginya. Kebencian musyrikin Quraisy terhadap Nabi
Muhammad SAW makin meningkat manakala mereka menyaksikan penganut Islam terus
bertambah. Tidak hanya penghinaan yang ditimpakan kepada Nabi Muhammad SAW
melainkan juga rencana pembunuhan yang disusun oleh Abu Sufyan. Kegagalan
musyrikin Quraisy menghentikan dakwah Nabi Muhammad SAW dikarenakan Nabi
Muhammad SAW dilindungi oleh Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Menyadari hal itu
musyrikin Quraisy memboikot kedua keluarga besar pelindung Nabi itu. Belum
sembuh kepedihan yang dirasakan Nabi Muhammad SAW akibat pemboikotan itu, Abu
Thalib (paman nabi) dan Khadijah istri beliau meninggal dunia. Oleh karena itu,
tahun itu dikenal dengan ‘am al-huzn (tahun kesedihan).
Pada saat menghadapi ujian berat, Nabi Muhammad SAW diperintahkan
Allah untuk melakukan perjalanan malam dari Masjid al-Haram di Mekah ke Bait
al-Maqdis di Palestina, kemudian ke sidrah al-Muntaha. Di situlah Nabi Muhammad
SAW menerima syariat kewajiban mengerjakan shalat lima waktu. Peristiwa ini
dikenal dengan Isra’ dan Mi’raj yang terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun 11
sesudah kenabian. Isra dan Mi’raj di samping memperkuat iman dan memperkokoh
batin Nabi Muhammad SAW menghadapi ujian berat berkaitan dengan misi
risalahnya, juga sebagai batu ujian bagi kaum muslimin apakah mereka
mempercayai atau mengingkarinya. Bagi kaun musyrikin Quraisy , peristiwa itu dijadikan
bahan untuk mengolok-olok Nabi muhammad SAW bahkan menuduhnya sebagai manusia
yang berotak tidak waras[16].
Setelah peristiwa Isra’ dan Mikraj, suatu perkembangan besar bagi
perkembangan dakwah Islam muncul, perkembangan datang dari penduduk Yatsrib yang
berhaji ke Makkah. Mereka yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj masuk Islam.
Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta Nabi Muhammad SAW agar berkenan
pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi Muhammad SAW dari berbagai
ancaman. Nabi pun menyetujui usul yang mereka ajukan. Perjanjian ini disebut
perjanjian “Aqobah”. Dan kemudian Nabi Muhammad SAW pindah ke Yatsrib[17].
2.
Berdirinya Pemerintahan Madinah
Tahun Islam dimulai dengan hijrahnya
Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah di tahun 622 M. Umat Islam di waktu itu
masih dalam kedudukan lemah, tidak sanggup menentang kekuasaan yang dipegang
kaum pedagang Quraisy yang ada di Mekkah. Akhirnya Nabi bersama sahabat dan
umat Islam lainnya meninggalkan kota dan pindah ke Yasrib, yang kemudian
terkenal dengan nama Madinah, yaitu kota Nabi. Di kota ini keadaan Nabi dan
umat Islam mengalami perubahan yang besar. Kalau di Mekkah mereka sebelumnya
merupakan umat lemah yang tertindas, di Madinah mereka mempunyai kedudukan yang
baik dan menjadi umat yang kuat dan dapat berdiri sendiri. Nabi sendiri menjadi
kepala dalam masyarakat yang baru dibentuk itu dan yang akhirnya menjadi sebuah
negara[18].
Dengan beradanya kekuasaan di tanggan Nabi, Islam pun lebih mudah disebarkan
dan sehingga akhirnya Islam dapat menguasai daerah-daerah yang dimulai dari
Spanyol di sebelah barat sampai ke Filipina di sebelah timur dan Afrika Tengah
di sebelah selatan sampai Danau Aral di sebelah utara[19].
Dalam rangka
memperkokoh masyarakat dan negara baru Nabi Muhammad SAW segera meletakkan
dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar Pertama, pembangunan masjid,
selain untuk tempat salat, juga sebagi sarana penting untuk mempersatukan kaum
Muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, di samping sebagai tempat bermusyawarah
merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Masjid pada masa Nabi bahkan juga
berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
Dasar kedua,adalah ukhuwwah islamiyyah, persaudaraan
sesama Muslim. Nabi mempersaudarakan antara Muhajirin, orang-orang yang
hijrah dari Makkah ke Madinah , dan Anshar, penduduk Madinah yang sudah
masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin tersebut. Dengan demikian
diharapkan, setiap Muslim merasa terikat dalam satu persaudaraan dan
kekeluargaan. Apa yang dilakukan Rasulullah ini berarti menciptakan suatu
bentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama,
mengantikan persaudaraan berdasarkan darah.
Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain
yang tidak memeluk agama Islam. Di Madinah, di samping orang-orang Arab Islam,
juga terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih
menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat
diwujudkan, Nabi Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka.
Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu
komunitas dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam
bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota
masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.
Dalam perjanjian itu jelas disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala
pemerintah karena sejauh menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas
mutlak diberikan kepada beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakkan dasar
persamaan antara sesama manusia. Perjanjian ini dalam pandangan ketatanegaraan
sekarang sering disebut dengan Konstitusi Madinah.
Perang pertama yang sangat menentukan menentukan masa depan Islam
ini adalah perang Badar, perang antara kaum Muslimin dengan Musyrikin Quraisy.
Pada tanggal 8 Ramadhan tahun ke-2 H, Nabi Mhammad SAW bersama 305 orang Muslim
bergerak keluar kota membawa perlengkapan yang sederhana. Di daerah Badar,
kurang lebih 120 km dari Madinah, pasukan Nabi bertemu dengan pasukan Quraisy
yang berjumlah sekitar 900 sampai 1000 orang. Dalam perang ini kaum Muslimin
keluar sebagai pemenang.
Pada tahun ke-6 H. Ketika ibadah haji sudah disyariatkan Nabi
Muhammad SAW memimpin sekitar seribu kaum Muslimin berangkat ke Mekkah untuk
mengerjakan Umrah namun penduduk Makkah tidak mengizinkan mereka masuk kota.
Akhirnya, diadakan perjanjian yang dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah
yang isinya diantaranya:
1.
Kaum
Muslimin belom boleh mengunjungi Ka’bah tahun ini tetapi ditangguhkan sampai
tahun depan.
2.
Lama
kunjungan dibatasi sampai tiga hari saja.
3.
Kaum
Muslimin wajib mengembalikan orang-orang Makkah yang melarikan diri ke Madinah,
sedangkan sebaliknya, pihak Quraisy tidak harus menolak orang-orang Madinah
yang kembali ke Makkah.
4.
Selama
sepuluh tahun diberlakukan genjatan senjata antara masyarakat Madinah dan
Makkah
5.
Tiap
Kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kaum Quraisy atau kaum Muslimin,
bebas melakukannya tanpa mendapat rintanga[20].
Setelah Perjanjian Hudaibiyah,
situasi jauh lebih tenang dibandingkan dengan sebelumnya, maka Nabi Muhammad
SAW, menyurat kepada sekian penguasa di luar Jazirah Arab untuk mengajak mereka
untuk mengajak mereka memeluk agama Islam. Ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad
SAW, diutus bukan saja untuk penduduk Jazirah Arab, tetapi juga untuk seluruh
manusia di persada bumi ini[21]
Melalui usaha-usaha itu Islam
berkembang. Umat Islam makin banyak dan wilayah Islam meluas. Ketika Rasulullah
wafat, wilayah Islam telah meliputi sebagian Jazirah Arab. Tentu bukan sebuah
negara seperti zaman modern sekarang, tetapi rintisan awal telah dimulai oleh
Rasul. Sebuah negara dengan persyaratan-persyaratan yang maju untuk zamannya,
sebuah negara demokrasi yang berbentuk Republik. Dengan usaha itu Rasulullah
telah merintis peradaban Islam. Dalam waktu 23 tahun, Rasulullah telah mengubah
bangsa Arab dari bangsa Jahiliyah menjadi bangsa yang berperadaban dengan jiwa
yang Islami, bersatu, berakhlak mulia, dan berpengetahuan[22].
III.
KESIMPULAN
Nabi Muhammad SAW bukan hanya
sebagai seorang Rasulullah yang di utus untuk menyebarkan ajaran Islam,
melainkan juga sebagai pemimpin negara yang pandai dalam berpolitik, sebagai
seorang panglima perang serta seorang administrator yang cakap, hanya dalam
waktu kurun waktu singkat Rasulullah bisa menaklukkan seluruh Jazirah Arab.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman Dudung et.al, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa
Klasik Hingga Modern,
(Yogyakarta: Fak. Adab, 2002).
Ahmad Mahdi
Rizqullah, Biografi Rasulullah, (Jakarta: Qisthi Press, 2009).
Al-Buthy Muhammad Sa’id Ramadhan, Sirah Nabawiyah Analisis
Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah SAW, (Jakarta:
Robbani Press, 2010), Cet. 16.
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta:
Kalam Mulia, 2006).
Lapidus Ira. M., Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1999).
Mufrodi Ali, Islam
di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997).
Nasution Harun,
Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UII-Pres, 2008).
Nizar Samsul, Sejarah
Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2009).
Saepudin Didin,
Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: UIN Press, 2007).
Shihab M. Quraish, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW,
(Tangerang: Lentera Hati, 2011).
Sunanto
Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Kencana, 2007).
Thohir Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam,
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009).
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiah II,
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011).
--------------,
Historiografi Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997).
[1] Sebagian besar
daerah Jazirah adalah padang pasir sahara yang terletak di tengah dan memiliki
keadaan dan sifat yang berbeda-beda, karena itu ia bisa dibagi menjadi tiga
bagian , pertam. Sahara Langit memanjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180
mil dari timur ke barat, disebut juga Sahara Nufud. Oase dan mata air jarang,
tiupan angin seringkali menimbulkan kabut debu yang mengakibatkan daerah ini
sukar ditempuh. Kedua, Sahara Selatan yang membentang menyambung Sahara Langit
ke arah timur sampai selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras,
tandus dan pasir bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan al-Rub’ al-Khali
(bagian sepi). Ketiga. Sahara Harrat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat
yang berbatu hitam bagaikan terbakar. Gugusan batu-batu hitam itu menyebar
diseluruh Sahara ini, seluruhnya mencapai 29 buah. Lihat: : Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiah II, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2011), hlm. 10.
[2] Didin
Saepudin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: UIN Press, 2007), hlm. 12.
[3] Ali Mufrodi, Islam
di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 6.
[4] Makkah pada
mulanya hanya sebagai persinggahan kafilah-kafilah yang lewat. Nabi Ibrahim as.
Yang pertama kali menjadikannya sebagai tempat pemukiman istri beliau, Hajar,
bersama putranya Isma’il. Qushai (kakek Nabi Muhammad saw, yang keempat) yang
berjasa menjadikan kota Mekkah sebagai tempat permukiman masyarakat melalui
upayanya menghimpun sukunya untuk bermukim disana tanpa menghalangi suku-suku
lain untuk bermukim. Qushai menetapkan bahwa semakin tinggi kedudukan satu
suku, maka semakin berhak anggotanya untuk mendiami lokasi terdekat ke Ka’bah.
Karena itu, suku Quraisy menempati lokasi-lokasi tersebut. Di samping
masyarakat Arab, di Mekkah ketika itu bermukim juga aneka keluarga non-Arab. Mekkah
merupakan wilayah suci. Di sana ada tanda-tanda yang merupakan petunjuk tentang
batas-batas suci itu. Karena kesucian dan kewajiban menghormatinya, ia dinamai Tanah
Haram sehingga di wilayah itu tidak diperkenankan pertumpahan darah atau
gangguan/penganiayaan, baik terhadap manusia, binatang, bahkan tumbuh-tumbuhan.
Ketetapan ini diyakini masyarakat Arab sebelum kehadiran Islam dan oleh seluruh
kaum Muslim setelah kedatangan Islam berdasarkan ketetapan Allah melalui Nabi
Ibrahim as yang kemudian dikukuhkan oleh Nabi Muhammad saw. Lihat: M. Quraish
Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, (Tangerang: Lentera Hati,
2011), hlm. 53.
[5] Hubbal adalah
patung yang paling diagungkan selain patung-patung lainnya seperti Manah, Al
Lata dan Al Uzza. Lihat: Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2006), hlm.126. Lihat juga, Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiah II, hlm. 9.
[6] Badri Yatim, Historiografi
Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 27.
[7] Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 13.
[8] Nabi Muhammad
SAW dilahirkan pada tahun Gajah, yakni tahun saat Abraham al-Asyram berusaha
menyerang Makkah dan mnghancurkan Ka’bah. Allah lalu menggagalkannya dengan
mukjizat yang mengagumkan, sebagaimana diceritakan di dalam al-Quran. Menurut
riwayat yang paling kuat, kelahiran Nabi Muhammad SAW jatuh pada hari senin
malam, 12 Rabi’ul Awwal. Lihat: Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy, Sirah
Nabawiyah Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah
SAW, (Jakarta: Robbani Press, 2010), Cet. 16, hlm. 31.
[9] Hasan Ibrahim
Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, hlm. 137.
[10] Mahdi
Rizqullah Ahmad, Biografi Rasulullah, (Jakarta: Qisthi Press, 2009),
hlm. 117.
[11] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiah II, hlm.17.
[12] Ira. M.
Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1999), hlm. 32.
[13] Didin
Saepudin, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 19.
[14] Islam lahir
ditengah-tengah masyarakat dengan membawa undang-undang baru sebagai pedoman
dasar tentang ketauhitan dan kemasyarakatan, bagi pengaturan tingkah laku
manusia dalam kehidupan dan pergaulannya. Selanjutnya pedoman dasar tersebut
menjadi pijakan bagi pengembangan sistem sosial, ekonomi, politik dan budaya.
Lihat: Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2009),
hlm. 32. Lihat juga, Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia
Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 24.
[15] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiah II, hlm. 20.
[16] Dudung Abdurrahman
et.al, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern,
(Yogyakarta: Fak. Adab, 2002), hlm. 32.
[17] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiah II, hlm. 24.
[18] Sebagai penghormatan terhadap Nabi Muhammad SAW, nama kota Yatsrib
di ubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau Madinatul Munawwarah
(Kota yang Bercahaya), dan kota ini cukup disebut Madinah. Harun Nasution,
Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UII-Pres, 2008), hlm. 88.
[19] Harun Nasution,
Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, hlm. 50.
[20] Untuk menjaga
keselamatan dalam menyebarkan dakwah Islam dan mempertahankannya dari
orang-orang yang menghalanginya peperangan demi peperangan terus terjadi
diantaranya adalah Perang Uhud, perang Ahzab atau Perang Khandaq
(parit). Lihat: Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiah II,
hlm. 26-30.
[21] M. Quraish
Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW. hlm. 819.
[22] Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik, hlm. 20.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar